Oleh : SUPARDI IDRIS ( KOORDINATOR FORJUBI KAWASAN TIMUR INDONESIA) |
Dasar pemikiran ini tumbuh dari kenyataan bahwa penyelamatan terumbu karang adalah penyelamatan lingkungan. Sementara segala aktifitas manusia sadar atau tidak sadar, sedikit atau banyak akan berakhir pada eksploitasi lingkungan. Seberapa sering kita memproduksi karbondioksida setiap hari, seberapa sering kita menggunakan plastik, seberapa sering kita melangkah, bekerja dan beraktifitas dan seberapa banyak kita kemudian safety kegiatan kita sehingga tidak berakhir pada kerusakan. Walaupun demikian tentunya ada kerusakan yang masih dalam ambang batas keseimbangan ekologi. Akan tetapi kegiatan yang berlanjut secara terus menerus selama ribuan tahun dan tidak diimbangi dengan penyelamatan, maka apa yang kita rasakan adalah akibat dari perbuatan pendahulu yang tidak bersahabat dengan lingkungan, serta akibat dari perbuatan kita sendiri. Saatnya kita menyadari dari sekarang sebelum anak cucu kita menyesali betapa bodohnya kita dalam mengeksploitasi bumi ini.
Pola penyelamatan yang berkembang selama ini cenderung masih bersifat sektoral, belum ada sinergitas program secara menyeluruh antara lembaga. Di Kabupaten Kepulauan Selayar misalnya, Coremap telah hadir dengan program rehabilitasi dan Penyelamatan terumbu karang, sementara dalam kaitannya dengan konservasi Taman laut nasional Takabonerate, yang merupakan kawasan Taman nasional yang terdiri dari karang atol terbesar ke-3 di dunia sudah hadir Balai Taman Nasional Takabonerate, kepolisian,kejaksaan,dan pengadialan juga bergerak dengan aturan main sendiri. Lembaga- lembaga yang memiliki kapability saja bekerja dengan sendiri-sendiri,belum lagi jajaran instansi di lingkup Pemerintah kabupaten Kepulauan Selayar, sampai saat ini belum ada sinergitas program yang mengarah pada penyelamatan terumbu karang. Kalaupun ditemukan adanya, lebih banyak muncul karena berdasar pada ide sendiri-sendiri yang kemudian bertemu pada saat program dijalankan masing-masing. Bahkan kebiasaan ini justru menyebabkan terjadi duplikasi program yang tidak disengaja, sehingga langsung atau tidak langsung itu adalah bagian dari pemborosan anggaran. Padahal jika integralisasi program dilakukan maka dapat tercipta pembagian peran yang terencana, sistematis dan berkesinambungan, .
Oleh karena itu diperlukan sebuah Pola integralisasi program yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, LSM,lembaga hukum,masyarakat dan seluruh stackeholder yang ada. Dan untuk merealisasikan Pola ini diperlukan kebijakan dari Pemerintah yang mencakup secara keseluruhan lembaga. Yang kami maksud disini adalah dibuat sebuah aturan baku yang memaksa semua pihak untuk bersinergi dan berintegrasi dalam program penyelamatan terumbu karang. Mengapa harus ada paksaan, karena jika kita menuntut sebuah kesadaran dalam kondisi saat ini , maka kesadaran itu akan muncul setelah kerusakan telah berubah menjadi bencana. Biarlah aturan yang mendidik semuanya menjadi sadar dan terbiasa untuk berprilaku sehat terhadap lingkungan.
Sampai saat ini Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hanya diberlakukan pada pembangunan industri dan bangunan-bangunan tertentu. Hendaknya mulai saat ini analisis tersebut tidak hanya pada dampak, akan tetapi optimalisasi setiap program yang ada sehingga setiap program mendukung program penyelamatan lingkungan khususnya terumbu karang. Kami ambil contoh, belum terlihat adanya tambatan perahu, pelabuhan ataupun pemecah ombak yang dibuat oleh Dinas perhubungan yang kemudian disisinya bertuliskan “ mari selamatkan terumbu karang” tulisan itu justru hanya muncul pada pelatihan-pelatihan seminar dan sebagainya. Kapal-kapal angkutan barang, kapal penumpang seperti PELNI dan sebagainya belum bisa disinergikan untuk bekerjasama memberikan informasi bilamana dalam operasional mereka di jalan mereka menyaksikan terjadinya pemboman ikan dan sebagainya. Ini adalah contoh terluar, yang paling ironis adalah upaya penegakan hukum bagi para pelaku illegal fishing justru kita tidak melihat banyak dukungan dari institusi hukum. Hukuman yang ringan bagi para pelaku, bahkan acap kali tidak dihukum dan dibebaskan, ini semualah yang mesti dibenahi.
Salah seorang warga dari daerah di pesisir kepulauan Selayar, tepatnya dari Desa Tambolongan kec.Bontosikuyu. Sangat ironis ketika warga tersebut mengatakan bahwa “ Dulu ketika belum ada Jagawana, belum ada Coremap, belum ada Polisi yang malang-melintang di laut kami, justru banyak ikan yang kami dapat ketika kami memancing, justru tidak ada pengeboman, tidak ada orang luar yang datang membom dan membius”. Pernyataan ini mungkin tidak bisa dibuktikan secara faktual dalam skala ukuran perbandingan, akan tetapi ini adalah bentuk kesaksian yang muncul dari keputusasaan bahkan menandakan ketidakpercayaan masyarakat. Jika ternyata opini semacam ini berkembang dimasyarakat, bagaimana mungkin kemudian lembaga-lembaga yang ditunjuk untuk menjalankan program rehabilitasi dapat membangkitkan kesadaran, jika dibalik itu kepercayaan tidak dimiliki oleh mereka.
Oleh karena itu yang paling penting dilakukan sebelum pola penyelamatan dikembangkan lebih luas adalah pengawasan ketat terhadap para pelaksana program. Bahkan jika perlu pertanggung jawaban pelaksanaan program bukan hanya pada pelaporan administratif saja, akan akan tetapi perlu dilakukan surfey atas output yang dicapai. Misalnya program DPL harus dilakukan surfey sejauhmana itu berkembang dan sejauhmana berjalan, karena bukan tidak mungkin DPL yang ada hanyalah kegiatan zonaisasi kawasan laut sebagai symbol, tanpa ada giat perlindungan di dalamnya. Jadi yang kami maksudkan sebagai Integralisasi Pola penyelamatan terumbu karang adalah integralisasi internal dalam tubuh lembaga observasi dan perlindungan terumbu karang dan integralisasi eksternal, yaitu bagaimana para pencinta terumbu karang dan perencana program melakukan diplomasi untuk memaksa seluruh lembaga berperan dalam program penyelamatan terumbu karang . menyusun program pelibatan menyeluruh dan mensinergikan setiap program yang muncul untuk mendukung penyelamatan terumbu karang atau setidaknya tidak merusak terumbu karang.
Dalam beberapa tahun terakhir, di kabupaten kepulauan serlayar sering ditemukan puluhan ton Pupuk Nitrat jenis Matahari, yang banyak digunakan oleh pelaku pembom Ikan sebagai bahan peledak. Faktanya adalah bahwa di daerah ini untuk sektor pertanian , para petani belum mengunakan pupuk jenis tersebut untuk pertanian mereka, sehingga jelas bahwa kedatangan Pupuk jenis ini adalah bahan untuk merakit Bom ikan. Untuk menghentikannya disinilah dibutuhkan kerjasama dengan Bea Cukai untuk mencegah barang tersebut masuk ke indonesia. Kerjasama dengan Pertanian untuk memberikan data daerah dan kuantitas jumlah Pupuk yang dibutuhkan, sehingga pasokan yang diminta tidak melebihi kebutuhan pertanian, dan kemudian dimanfaatkan oleh oknum yang tidakbertanggung jawab merusak.
Secara rinci Integralisasi Program penyelamatan Terumbu Karang antara lain:
A. Integralisasi Internal:
1. Mengidentifikasi semua Lembaga dalam satu daerah yang memiliki kapabilitas secara resmi dalam program penyelamatan terumbu Karang.
2. Melakukan surfey program atas lembaga-lembaga tersebut, untuk selanjutnya dintegrasikan dalam satu program yang sistematis, terencana dan berkesinambungan dengan sistem pembagian tugas yang jelas, dan merevisi kelemahan setiap program
3. Melakukan penguatan program penyelamatan Karang yang terstruktur dengan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki masing-masing Lembaga.
4. Dalam hal pelaporan dan pertanggung jawaban program tidak hanya dalam pelaporan administratife, tapi harus dilakukan surfey output program, sehingga akan muncul skala perbandingan sebelum dan sesudah program dijalankan.
B. Integralisasi Eksternal:
1. Melakukan diplomasi kepada pemerintah Pusat untuk menetapkan aturan baku tentang pelibatan semua lembaga dalam gerakan penyelamatan terumbu karang.
2. Menjalankan program berbasis partisipasi dalam penyelamatan karang.
Beberapa strategi dalam upaya penyelamatan dan pelestarian terumbu karang:
1. Sistem pengawasan dan penegakan hukum
Untuk lebih efektifnya pelaksanaan penyelamatan dan pelestarian terumbu karang di suatu daerah maka pihak pemerintah daerah harus turut bersama dengan seluruh lembaga dan stackeholder untuk membicarakantentang aturan hukum yang disepakati dalam membuat suatu program dan kesepakatan bersama. Karena di masing-masing lembaga mempunyai aturan tersendiri. Upaya ini dilakukan adalah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum Contoh: Dinas kelautan dan perikanan mempunyai aturan perundang-undangan tentang perikanan, Jagawana mempunyai Undang-undang konservasi, Pol PP punya Perda dan pihak kepolisian mempunyai Kuhap dan KUHP. Selain itu dalam pelaksanaan patroli laut perlu diagendakan secara rutin dan secara kolaboratif antara lembaga. Upaya ini dilakukan demi menghindari saling tunjuk menunjuk antara lembaga dalam tugas dan wewenangnya masing-masing.
2. Pemberdayaan masyarakat dalam hal pengelolaan tranplantasi karang secara besar-besaran atau budidaya karang dan ikan hias.
Diseluruh kawasan DPL yang ada di wilayah pesisir perlu dituntun dan dibina serta diberi penyuluhan secara tehnis tentang pengelolaan tranplantasi karang atau budidaya karang dan ikan hias sebagai mata pencaharian alternative. Dari hasil tranplantasi karang tersebut apabila sudah berkembang maka pihak pemerintah perlu mendatangkan investmen ke daerah untuk membeli hasil pengelolaan tarnplantasi karang, sebagai hasil komoditi masyarakat pesisir. Upaya ini dilakukukan demi menjaga kawasan DPL yang ada sekaligus bisa meningkatkan ekonomi masyarakat untuk dijadikan sebagai pembanding antara wilayah Coremap dan Non Coremap.
3. Perlu adanya sinergitas dalam penyusunan rancangan dan pelaksanaan program seluruh Stackeholder harus dilibatkan dalam penyusunan rancangan dan pelaksanaan program agar bisa terjadi kemunikasi antara lembaga yang terlibat.
4. Perlunya penyuluhan dan publikasi secara rutin
Pelaksanaan program Coremap pase II perlu melaksanakan penyuluhan dan pembinaan secara rutin kepada masyarakat pesisir, adapun masyarakat yang disuluh adalah betul-betul masyarakat pesisir yang beraktifitas sebagai nelayan bukan seorang pedagang atau staf Desa sebagaimana yang selama ini terjadi. Distepai kegiatan yang dilakukan oleh MCS, PA,CBM, RICT, Seto dan lain-lain harus dipublikasikan melalui media cetak lokal,regional dan Nasional.
5. Pemerintah harus fokus terhadap program dan penganggaran
Disetiap penyusunan Draf APBD di setiap daerah Pemerintah harus membuat anggaran skala prioritas yakni anggaran penyelamatan dan pelestarian terumbu karang yang disesuaikan dengan visi , misi dan program suatu daerah. Untuk itu pemerintah bukan hanya fokus kepada program akan tetapi juga focus terhadap anggaran prioritas.
Itulah beberapa aspek yang menurut hemat kami harus segera dibenahi dan dijalankan, adapaun tekhnis pelaksanaannya adalah berdasar pada aspek kinerja pada pelaksana program. Karena pada dasarnya jika program disusun maka yang menentukan adalah mental pelaksananya.
Kepulauan Selayar 26 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar